( KONTRUKTIVISME, BEAVIORIME, KOGNITIVISME)
Dosen Pengampu : Dra. Jufrida, M. Si
NIP : 19660809
199303 2 002
Disusun
oleh kelompok 3 :
Eko
Wijayanto/ A1C314020
Indah
Nofitri/ A1C314018
Phuty Ayu
Ningrum/ A1C314028
Samanta Rumiana
Sianipar/ A1C314034
Sari
Malinda/ A1C314033
Wenni Angra
Maya/ A1C314006
Fakultas Keguruan dan Ilmu Perdidikan Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Jambi
DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 3
1.1 Latar Belakang................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 4
2.1 Teori belajar
kontruktitisme................................................................ 4
2.2 Teori belajar
behaviorisme.................................................................. 8
2.3 Teori belajar kognitisme ................................................................... 13
BAB III PENUTUP................................................................................ 18
3.1 KESIMPULAN............................................................................ ..... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan
bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern
yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar,
yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori
pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian,
gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk
yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita
perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik
untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan
lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
1.2. Rumusan
Masalah
1)
Teori belajar kontruktitisme
2)
Teori belajar behaviorisme
3)
Teori belajar kognitisme
1.3.
Tujuan Penulisan
1)
Menjelaskan teori belajar kontruktitisme
2)
Menjelaskan Teori belajar behaviorisme
3)
Menjelaskan belajar kognitisme
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Belajar Kontruktivisme
1. Pegertian
Teori Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna
dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan
dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai
beberapa konsep umum seperti:
- Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
- Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
- Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
- Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
- Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
- Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Menurut teori ini, satu prinsip yang
mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun
siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam
memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide
mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga
yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa
sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat
dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang
aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengtahuannya, mencari arti dari apa
yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru
dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan
tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis
dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari
jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan
ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
v Berkaitan
dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembangkan
oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
- Skemata. Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
- Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
- Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
- Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
b. Teori Belajar Konstruktivisme
Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan
bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua ide utama. Pertama, perkembangan
intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks historis dan budaya
pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat
mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang
berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian
perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya
dan belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan
proses-proses berfikir diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan,
2004:49) ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan.
Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar
kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat
berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan
strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan
terdekat/proksimal masing-masing. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran
menekankan perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa
semakin dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan
lingkungannya sengat mempengaruhi perkembanganbelajar seseorang, sehingga
perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur
tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan
aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang
mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar
akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari
tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat
mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat
perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan
aktivitas di dalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat
diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan
orang lain.
2. Implikasi
Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Adapun implikasi dari teori belajar
konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai
berikut:
1)
tujuan pendidikan menurut teori belajar
konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan
berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2)
kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi
situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan
melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan
3)
peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi
sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk
terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran
yang memenuhi metode konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
a)
menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta
didik dapat melakukan konstruksi pengetahuan;
b)
pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada
kehidupan nyata;
c)
pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada
kenyataan yang sesuai;
d)
memotivasi peserta didik untuk aktif dalam
pembelajaran;
e)
pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada
kehidupan social peserta didik;
f)
pembelajaran menggunakan barbagia sarana;
g)
melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).
2.2 Teori belajar behaviorisme
1. Pengertian Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar
yang telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage
dan Berliner yang berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang
memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek –
aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan,
bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar
semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori
Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses
pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa.
Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon
(S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas
“mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan
secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa
secara individual (Degeng, 2006).
2. Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek
psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua
bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
c)
Mementingkan pembentukan kebiasaan.
d) Perilaku
nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek
mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme
a) Edward Lee Thorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering
disebut teori koneksionisme.
Connectionism
( S-R Bond) adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh Thorndike
yang melakukan eksperimen yang terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
1)
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons
menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin
kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2)
Law of
Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit),
dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3)
Law of
Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.
b) John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu
lain seperti Fisika atau Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik
semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Belajar merupakan proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat diamati dan
diukur.
c) Clark L. Hull
Semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Dorongan belajar (stimulus)
dianggap sebagai sebuah kebutuhan biologis agar organisme mampu bertahan hidup.
d) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum
kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan.
Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
e) Burrhus Frederic Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana konsep yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus
yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan
mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku.
Operant Conditioning adalah hukum belajar yang dihasilkan oleh B.F. Skinner yang
melakukan eksperimen yang terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1)
Law of operant conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.
2)
Law of operant extinction yaitu jika
timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang
sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
Kelemahan
Teori Behavioristik
a)
Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati
b)
Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi
pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri
c)
Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif
d)
Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e)
Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pebelajar
Kelebihan
Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan
praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan,
spontanitas, kelenturan, reflex.
v Implikasi Teori
Behaviorisme
Implikasi teori ini dalam pembelajaran tergantung
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.Teori ini sangat sesuai untuk pengetahuan
yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Dalam hal ini pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke
orang yang belajar atau pebelajar
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan
guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa
diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang
juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive
reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan.. Misalnya
bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka
penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya
jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat
belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Konsep evaluasi pendidikan sudah sangat jelas dalam
teori ini yaitu melalui pengukuran, pengamatan. Sebab seseorang dikatakan
belajar bila telah mengalami perubahan perilaku. Akan tetapi perlu diketahui
bahwa tidak semua hasil belajar bisa diamati dan diukur, paling tidak dalam
tempo seketika. Semua aspek materi juga tidak bisa diukur dengan teori ini.
Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil akhir dari penggunaan teori ini yaitu
perubahan perilaku.
1.
Pengertian Kognitivisme
Teori belajar kognitif berasal dari
pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman yang kemudian beremigrasi ke
Amerika Serikat. Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah bahwa
belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks
yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang
sebagai orang yang secara konstan memberikan informasi baru untuk
dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah dimiliki, kemudian merevisi prinsip
tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang baru diperoleh. Agar
siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri secara
aktif.
Teori kognitivisme ini memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Teori ini menekankan
pada bagaimana informasi diproses.
Teori belajar kognitif lebih
menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan
aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses
interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat
relatif dan berbekas.
2. Ciri-ciri Aliran Kognitivisme
a) Mementingkan apa yang ada dalam diri
manusia
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkn peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkn peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar
kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan
atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang,
yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di
lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di
tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
3. Tokoh-tokoh
a. Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan
dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara
aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
b. Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda
dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut
Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan
tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat
diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat
ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal
dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang
sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi
disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang
terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan
melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery
learning).
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :
Menghadapkan
anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan
berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah
dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai
keseimbangan di dadalam benaknya
c. Teori
Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel, Proses belajar terjadi jika
siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan
baru
Proses belajar terjadi melaui
tahap-tahap:
1) Memperhatikan
stimulus yang diberikan
2) Memahami
makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Menurut
Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced
organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar
siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer
memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk
materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa
untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah
4. Aplikasi teori Kognitivisme
Aplikasi teori belajar kognitivisme
dalam pembelajaran yaitu guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang
dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal
sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat
dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu
dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian
perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
5. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme
a. Kelebihannya yaitu : menjadikan
siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara
lebih mudah.
b.
Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit di praktikkan
khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit
dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
v Implikasi Teori Kognitivisme
Implikasi
teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran lebih memusatkan perhatian
kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.
Selain itu, peran siswa sangat diharapkan untuk berinisiatif dan terlibat
secara aktif dalam kegiatan belajar. Teori ini juga memaklumi akan adanya
perbedaan individual dalam hal kemajuan per- kembangan. Oleh karena itu guru
harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari
individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada
aktivitas dalam bentuk klasikal.
Teori ini
juga mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget,
pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya
dapat disimulasi.
Implikasi
dalam konsep evaluasi bahwa evaluasi dilakukan selama proses belajar bukan
hanya semata dinilai dari hasil belajar. Jadi, teori ini menitikberatkan pada
proses daripada hasil yang dicapai oleh siswa.
Bagi para
penganut aliran kognitifisme, pembelajaran dipandang sebagai upaya memberikan
bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru melalui
proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan internalisasi dapat berlangsung
secara benar maka perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang perlu
sebagai berikut:
- Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban
- Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit ke hal-hal yang abstrak.
- Setiap usaha mengkonseptualisasikan matari pembelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar.
- Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
- Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan sequencing penyajian secara logis.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Pembelajaran
menurut teori aliran behavioristik adalah upaya membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan. Prinsip pembelajarannya ada penguatan
untuk meningkatkan motivasi belajar berupa pujian, aktivitas (mainan) dan
simbolik (uang, nilai), hukuman, dan perilaku belajar yang segera diikuti
konsekuensi.
Pembelajaran menurut aliran kognitif
, Jean Piaget memiliki 3 prinsip pembelajaran yaitu belajar aktif,
belajar lewat interkasi sosial dan pengalaman sendiri. Menurut Brunner antara
lain pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar, perstrukturan pengetahuan,
urutan penyajian materi dan pemberian penguatan. Sedangkan, David Ausubel yaitu
kerangka cantolan, belajar progesif, belajar superodinat dan penyesuaian
integratif..
Pembelajaran berdasarkan teori
kontruktivisme yang berperan dalam model pembelajaran kuantum. Model ini adalah
upaya untuk mengorkestrasikan berbagai interaksi dalam proses pembelajaran
menjadi cahaya prestasi, dengan menyingkirkan hambatan belajar dan
menfasilitasinya sehingga peserta didik dapat belajar dengan mudah.
Daftar Pustaka
http://magister-pendidikan.blogspot.com/p/teori-konstruktivistik.html
http://choy080990.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-behaviorisme-kognitivisme.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-kognitivisme-406223.html
0 komentar:
Posting Komentar